Batas Kandungan CO2 dalam Gas Alam CNG
Berdasarkan Keputusan Dirjen Migas No. 247.K/10/DJM.T/2011, batas maksimum kandungan CO2 dalam gas alam jenis CNG (Compressed Natural Gas) adalah sebesar 5.0% Vol.
Gambar dari developmentdiaries |
Batas Kandungan CO2 dalam Gas Alam
Gas alam telah menjadi sumber energi penting bagi berbagai sektor kehidupan, baik sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik, transportasi, maupun keperluan rumah tangga.
Namun, seperti sumber energi lainnya, penggunaan gas alam juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan, terutama terkait emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2).
Oleh karena itu, penting untuk membatasi kandungan CO2 dalam gas alam agar dapat menghadirkan energi yang bersih, efisien, terjangkau, dan dapat diandalkan bagi pengguna, serta sejalan dengan teknologi energi terbarukan.
Pentingnya Batas Kandungan CO2 dalam Gas Alam
Dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim, komitmen global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca telah menjadi salah satu fokus utama.
Gas alam, yang terdiri dari hidrokarbon utama seperti metana (CH4) dan beberapa komponen lain termasuk CO2, memiliki potensi untuk menjadi alternatif yang lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, seperti batu bara atau minyak bumi.
Meskipun gas alam menghasilkan lebih sedikit emisi karbon dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, tetap perlu untuk membatasi kandungan CO2 dalam gas alam agar dapat meminimalkan dampaknya terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Batas kandungan CO2 dalam gas alam bertujuan untuk menciptakan suatu standar kualitas yang dapat diterima oleh para pengguna gas alam.
Standar ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan CO2 yang tertangkap dalam proses ekstraksi gas alam sebagai bentuk energi yang bersih, efisien, terjangkau, dan dapat diandalkan, sehingga dapat bersaing dengan teknologi energi terbarukan.
Dengan mengenakan batas kandungan CO2 dalam gas alam, produsen akan lebih termotivasi untuk berinvestasi dalam teknologi penangkapan CO2 dan memperkuat upaya untuk menggunakan gas alam secara lebih berkelanjutan.
Batas Kandungan CO2 dalam CNG Gas Alam di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan terkait batas kandungan CO2 dalam gas alam. Berdasarkan Keputusan Dirjen Migas No. 247.K/10/DJM.T/2011, batas maksimum kandungan CO2 dalam gas alam jenis CNG (Compressed Natural Gas) adalah sebesar 5.0% Vol.
Kebijakan ini menjadi landasan bagi produsen gas alam untuk menjaga kualitas gas alam yang dihasilkan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Adanya batas kandungan CO2 ini adalah langkah yang positif, karena akan mendorong penggunaan gas alam yang lebih ramah lingkungan.
Produsen gas alam akan terdorong untuk menggunakan teknologi penangkapan CO2 yang lebih efisien dan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumbernya.
Selain itu, dengan mengenakan batas kandungan CO2, pemerintah juga mendukung komitmen global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Molecular sieve digunakan untuk menghilangkan CO2 dari gas alam
Teknologi CO2 Removal dari Gas Alam
Dalam usaha untuk mengurangi emisi CO2 dari gas alam, diperlukan teknologi-teknologi canggih untuk memisahkan gas CO2 dari sumbernya. Tiga teknologi utama yang digunakan untuk memisahkan CO2 dari gas alam adalah distilasi kriogenik, absorpsi amine, dan membran.
1. Distilasi Kriogenik
Distilasi kriogenik bekerja dengan menurunkan suhu di bawah 73,3 °C menggunakan sistem pendingin, yang mengubah H2S dan CO2 dari fase gas menjadi fase cair atau padat dan kemudian mengolah produknya.
Keuntungan utama dari proses ini adalah dapat menghasilkan CO2 dalam bentuk cair yang siap untuk diangkut.
2. Absorpsi Amine
Amine scrubbing menangkap CO2 dengan larutan amina berair. Dalam sistem amine scrubbing yang umum digunakan untuk pembangkit listrik, gas buang melewati sebuah scrubber yang berisi larutan amina berair, yang menyerap CO2 dari gas tersebut.
3. Membran
Sebagian besar membran yang digunakan secara komersial dibuat dari polimer karena telah mengalami perkembangan teknologi yang tinggi selama bertahun-tahun dan proses pembuatan yang lebih mudah dibandingkan dengan material anorganik seperti karbon atau keramik.
Fitur-fitur ini berkontribusi pada penurunan biaya pemrosesan material dan, akibatnya, produk yang diperoleh dibandingkan dengan material anorganik.
Namun, membran polimer komersial memiliki selektivitas rendah dalam pemisahan CO2/CH4, yang memerlukan dua tahap pemisahan untuk memastikan kemurnian produk yang tinggi.
Selain itu, membran polimer juga memiliki ketahanan mekanik yang rendah dalam kondisi operasi yang keras dan plastisitas pada konsentrasi CO2 yang tinggi.